A. PENDAHULUAN
Manusia
merupakan makhluk sosial. Sebagai makhlukk sosial manusia akan melakukan
kerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satunya bekerja sama
dalam sebuah bidang organisasi atau kelompok. Pada sebuah organisasi atau
kelompok yang terbentuk tentunya memerlukan seorang pemimpin.
Konsep
kepemimpinan menurut ajaran Agama Hindu dapat kita jumpai di dalam kitab
Nitisastra. Kata Nitisastra berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata Niti dan
Sastra. Niti berarti kemudi, pemimpin, politik dan sosial etik, pertimbangan,
dan kebijakan. Sedangkan, kata sastra berarti perintah, ajaran, nasihat,
aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Nitisastra berarti ajaran pemimpin atau ilmu yang bertujuan
untuk membangun suatu negara baik dari segi tata negara, tata pemerintahan
maupun tata masyarakatnya. Jadi, kitab Nitisastra tidak hanya
berisikan ajaran
tentang kepemimpinan, tetapi juga berisikan ilmu penataan sistem pemerintahan.
Seorang tokoh
bernama Maha Rsi Kautilya atau Maha Rsi Chanakya merupakan konseptor dalam penataan sistem pemerintahan di
Kerajaan Magadha yang dipimpin oleh putra mahkota Chandra Gupta pada tahun 350
SM. Ilmu pemerintahan yang Beliau susun disebut dengan nama Kautilya
Arthasastra, Danda Niti, Raja Dharma atau Raja Niti.
B. PENGERTIAN
KEPEMIMPINAN
Kata
kepemimpinan berasal dari kata dasar pimpin yang artinya bimbing atau tuntun.
Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing atau
menuntun. Kemudian muncullah kata benda pemimpin yaitu orang yang berfungsi
memimpin, menuntun atau orang yang membimbing untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi, kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu seni untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau manusia dan kemampuan untuk membimbing orang-orang
untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki berbagai macam padanan
istilah, seperti Leadership “leader” dari
kata asing, management dari ilmu
administrasi dan Nitisastra dari kata
Hindu.
Untuk dapat
menjadi pemimpin yang baik, seseorang hendaknya memiliki sifat-sifat yang lebih
dari seseorang yang dipimpinnya antara lain :
1.
Kelebihan
dalam menggunakan rasio atau pikiran.
2.
Kelebihan
dalam bidang rohaniah.
3.
Kelebihan
dalam jasmaniah.
Selain
kelebihan di atas, seorang pemimpin dituntut memenuhi persyaratan lainnya
seperti :
1.
Intelegensi
adalah kemampuan dalam mengobservasi pengetahuan, kemampuan menghadapi situasi
baru, kemampuan melihat hubungan antara kenyataan dalam situasi baru. Kemampuan
ini dipergunakan untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
2.
Karakter
adalah sifat-sifat kepribadian seorang pemimpin yang berhubungan dengan nilai.
3.
Kesiapsiagaan
adalah selalu awas dan waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi.
4.
Jujur
atau satya adalah kesetiaan. Dalam sloka satya
mukhaning dharma ditegaskan bahwa kesetiaan adalah puncaknya agama. Dalam
ajaran Agama hindu ada lima satya atau kesetiaan yang disebut Panca Satya,
terdiri dari :
a.
Satya
Hradaya adalah jujur atau setia pada kata hati (diri sendiri).
b.
Satya
Wacana adalah jujur atau setia pada perkataan.
c.
Satya
Semaya adalah jujur atau setia pada janji.
d.
Satya
Mitra adalah setia pada sahabat atau teman.
e.
Satya
Laksana adalah jujur dalam perbuatan yang dilakukan.
C. TUJUAN
KEPEMIMPINAN HINDU
Tujuan dari
kepemimpinan Hindu yakni bertujuan untuk menuntun umatnya agar menjadi warga
negara yang baik dengan tujuan untuk membentuk kepengikutan atau sebagai warga
negara yang taat. Sedangkan, bagi umat yang mendapat kesempatan sebagai
pemimpin negara, bertujuan untuk membentuk kepemimpinan negara yang baik, kuat,
bersih, dan berwibawa. Selain itu, kepemimpinan Hindu juga mendorong kepada
setiap pemimpin untuk melaksanakan dharma agama dan dharma negara secara utuh
berkesinambungan serta dapat menjadikan dirinya sebagai tempat perlindungan
bagi rakyatnya. Hal ini sesungguhnya telah digariskan dalam sastra-satra suci
Hindu, salah satunya Nitisastra.
D. FUNGSI
KEPEMIMPINAN HINDU
Fungsi dari
kepemimpinan Hindu adalah mengajarkan kepada setiap orang agar selalu berusaha
menyeimbangkan antara tugas dan wewenang. Tugas adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan, sedangkan wewenang adalah hak untuk bertindak. Seorang pemimpin
diharapkan dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan wewenangnya.
Wewenang seorang pemimpin adalah haknya untuk menggerakkan bawahannya untuk mau
mengikuti dan melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan.
Ada beberapa hal
yang berhubungan dengan tugas dan wewenang seorang pemimpin yang dilaksanakan
dalam kepemimpinan yaitu :
1.
Planning atau perencanaan, adalah suatu pemikiran,
perencanaan, persiapan, keputusan, dan penerapan yang dilakukan sebagai suatu
kegiatan dari seorang pemimpin.
2.
Organisation atau pengelompokan, adalah suatu usaha untuk
mengelompokkan atau menata kegiatan-kegiatan yang telah dicantumkan dalam
perencanaan.
3.
Directing, adalah mengusahakan agar rencana pekerjaan itu
dapat dilaksanakan.
4.
Coordination, adalah tindakan untuk memperoleh dan memelihara
kesatuan di antara perorangan atau bagian.
5.
Controlling, adalah pengawasan terhadap rencana yang telah
dilaksanakan oleh pemimpin, untuk memperoleh keyakinan.
Di samping itu pemimpin perlu memerhatikan
syarat-syarat lain agar sukses dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang
diuraikan dalam kutipan di bawah ini.
“Ring janmadhika meta citta reseping
sarwa prajangenaka, ring stri madhya manchara priya wuwus tangde manah kung
lulut, yan ring madhyani sang pandita mucap tattwopadesa prihen, yan ring
madhyanikang musuh mucapaken wak sura singhakreti”
(
Nitisastra I.4 )
Artinya :
Orang
yang terkemuka (pemimpin) harus bisa mengambil dan menyenangkan hati orang,
jika berkumpul dengan wanita, harus dapat menimbulkan rasa cinta, jika
berkumpul dengan pendeta harus dapat membicarakan pelajaran-pelajaran yang
baik, jika berhadapan dengan musuh, harus dapat mengucapkan kata-kata yang
dapat menunjukkan keberanian seperti seekor singa.
E. ASAS-ASAS
KEPEMIMPINAN HINDU
1.
Panca
Dasa Pramiteng Prabu
Dalam
kitab “Negara Kertagama” terdapat
lima belas macam sifat utama yang patut dipedomani dan dilaksanankan oleh
setiap pemimpin yang disebut Panca Dasa
Pramiteng Prabu, yang terdiri dari :
a. Wijaya,
artinya bijaksana dalam menghadapi masalah.
b. Mantriwira,
artinya pemberani dalam membela negara.
c. Wicaksanengnaya,
artinya bijaksana dalam memimpin.
d. Natanggwan,
artinya mendapat kepercayaan dari rakyat dan negara.
e. Satyabhakti
aprabhu, artinya selalu setia dan taat pada
atasan.
f. Wakmiwak,
artinya pandai berbicara di depan umum (berdiplomasi).
g. Sarjawaupasawa,
artinya bersifat sabar dan rendah hati.
h. Dhirotsaha,
artinya bersifat teguh hati dalam segala usaha.
i.
Teulelana,
artinya bersifat teguh iman, selalu riang atau optimis dan antusias.
j.
Dibyacita,
artinya bersifat lapang dada atau toleransi dapat menghargai orang lain.
k. Tansatresna,
artinya tidak mengutamakan kepentingan golongan atau pribadi.
l.
Masihsatresna Bhuana,
artinya menyayangi seisi alam.
m. Ginengpratidina,
artinya selalu berusaha berbuat baik.
n. Sumantri,
artinya bersifat menjadi abdi negara dan penasihat yang baik.
o. Anayakenmusuh,
artinya mampu memberantas musuh-musuh negara.
2.
Sad Warnaning Rajaniti
Dalam
kitab Substance of Hindu Polity,
yang ditulis oleh Chandra Prakash Bhambari menyebutkan ajaran Sad Warnaning
Rajaniti yang berarti enam kesan, corak, dan sifat yang utama sebagai
persyaratan kepemimpinan bagi seorang pemimpin. Sad Warnaning Rajaniti berasal
dari bahasa Sansekerta, dari kata “Sad” berarti enam, “Warnaning” berarti kesan
yang diperoleh, “Raja” berarti debu, abu, bunga, dan “Niti” berarti kemudi, pimpinan,
politik dan sosial etik, pertimbangan, kebijakan. Bagian-bagian Sad Warnaning
Rajaniti :
a. Abhigainnika,
artinya mampu menarik perhatian yang positif dari rakyatnya.
b. Prajna,
artinya memiliki daya kreatif yang benar sesuai dengan dharma.
c. Utsaha,
memiliki daya kreatif yang luhur.
d. Sakya
Samanta, artinya mampu mengontrol bawahannya
dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik.
e. Atma
Sampad, artinya seorang pemimpin harus
memiliki moral yang baik dan luhur.
f. Aksudra
Parisatha, artinya mampu memimpin sidang dan menarik
keputusan secara bijaksana.
3.
Panca
Upaya Sandhi
Panca
Upaya Sandhi adalah lima macam usaha dan upaya yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Berasal dari kata “Panca” berarti lima, “Upaya” berarti usaha, akal,
ikhtiar, dan “Sandhi” berarti rahasia, kode, berita. Ajaran Panca Upaya Sandhi
tersurat dalam lontar Sivabuddha Gama
Tattwa. Bagian-bagian Panca Upaya Sandhi :
a. Maya,
artinya berusaha mengumpulkan data dan permasalahan agar dapat diselesaikan
untuk mencapai kesempurnaan.
b. Upeksa,
artinya berupaya meneliti dan menganalisis data dan informasi serta meletakkan
sesuai proporsinya.
c. Indrajala,
artinya berusaha mencarikan jalan keluar untuk setiap masalah yang dihadapi.
d. Wikrama,
artinya berusaha untuk melaksanakan semua rencana yang telah diprogramkan
sebelumnya.
e. Logika,
artinya berusaha mempertimbangkan dengan akal yang sehat dan logis.
4.
Nawa
Natya
Nawa
Natya adalah sembilan sifat dan sikap teguh serta bersusila yang harus dimiliki
oleh para pemimpin. Berasal dari bahasa Jawa Kuno, “Nawa” berarti Sembilan dan
“Natya” berarti teguh; bertata susila. Bagian-bagian Nawa Natya :
a. Pradnya
Widagda, artinya bijaksana dan mahir dalam
berbagai ilmu serta tetap pendirian.
b. Wira
Sarwa Yudha, artinya pemberani dan pantang menyerah
dalam menghadapi berbagai tantangan.
c. Paramartha,
artinya memiliki sifat mulia dan luhur.
d. Dhirotsaha,
artinya tekun dan ulet dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
e. Pragiwakya,
artinya pandai bebicara di depan umum dan berdiplomasi.
f. Samaupaya,
artinya setia pada janji.
g. Laghawangartha,
artinya tidak bersifat pamrih terhadap harta benda.
h. Wruh
ring Sarwa Bastra, artinya para pemimpin tahu cara
mengatasi berbagai kerusuhan.
i.
Wiweka,
artinya para pemimpin mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
F. SIFAT
KEPEMIMPINAN HINDU
1.
Sad
Upaya Guna
Dalam
lontar “Raja Pati Gondala”
menjelaskan bahwa seorang pemimpin hendaknya bersifat penuh sahabat, yang
dikenal dengan istilah Sad Upaya Guna. Sad Upaya Guna berarti enam sifat bersahabat
bagi seorang pemimpin, yang terdiri dari :
a. Sidhi,
artinya kemampuan untuk bersahabat.
b. Wigraha,
artinya kemampuan untuk memisahkan masalah dan dapat mempertahankan hubungan
baik.
c. Wibawa,
artinya memiliki wibawa.
d. Winarya,
artinya cakap dalam memimpin.
e. Gasraya,
artinya kemampuan untuk menghadapi musuh yang kuat.
f. Stanha,
artinya dapat mempertahankan hubungan baik.
2.
Tri
Upaya Sandhi
Dalam
lontar “Raja Pati Gondala”
menyebutkan bahwa seorang pemimpin hendaknya selalu berupaya menghubungkan
dirinya dengan masyarakat yang dipimpinnya, ajaran ini dikenal dengan sebutan
Tri Upaya Sandhi, yang meliputi :
a. Rupa,
artinya harus dapat mengenali wajah masyarakat yang dipimpinnya.
b. Wangsa,
artinya harus dapat mengetahui susunan (stratifikasi social) masyarakatnya.
c. Guna,
artinya harus mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat yang dipimpinnya.
3.
Asta
Brata
Dalam
kitab Ramayana disebutkan bahwa Sri Rama mengajarkan kepada Gunawan Wibisana
tentang kepemimpinan yang disebut dengan nama Asta Brata. Ajaran ini juga
termuat dalam kitab hukum Hindu yang disebut Manavadharmasastra. Asta Brata berarti delapan landasan mental atau
moral bagi seorang pemimpin. Bagian-bagian Asta Brata :
a. Indra
Brata, artinya seorang pemimpin harus mampu
menciptakan kemakmuran yang merata bagi bawahannya.
b. Yama
Brata, artinya seorang pemimpin harus
bersikap adil kepada bawahannya.
c. Surya
Brata, artinya seorang pemimpin harus member
penerangan secara merata dan menyeluruh serta tidak tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan.
d. Candra
Brata, artinya seorang pemimpin harus
menampilkan wajah yang berseri-seri agar mampu menenangkan dan menyenangkan
hati bawahannya.
e. Bayu
Brata (Nila Brata), artinya seorang pemimpin harus
berada di tengah-tengah bawahannya, mengetahui keadaan masyarakat atau
bawahannya serta mampu memberi kesegaran atau kesejukkan.
f. Kwera
Brata (Dana Brata), artinya seorang pemimpin harus
bisa mengatur keuangan, selalu mengusahakan kesejahteraan bawahannya, juga harus
cermat, teliti, dam mampu menampilkan diri dalam bertindak.
g. Baruna
Brata, artinya seorang pemimpin harus mampu
melenyapkan segala hal-hal yang mengganggu masyarakat serta memiliki
pengetahuan yang luas sehingga mampu memecahkan setiap permasalahan yang ada.
h. Agni
Brata, artinya seorang pemimpin harus berani
dalam menghadapi setiap tantangan serta selalu berusaha membangkitkan semangat
bawahannya.
4.
Panca
Sthiti Darmaning Prabu
Dalam
cerita Arjuna Sasrabahu disebutkan
lima kewajiban pemimpin yang disebut Panca Sthiti Darmaning Prabu, yang
meliputi :
a. Tut
Wuri Handayani artinya seorang pemimpin berada di belakang, memberikan dorongan
dan motivasi kepada bawahannya.
b. Ing
Madya Mangun Karsa, artinya seorang pemimpin berada di tengah-tengah
bawahannya, agar selalu bisa memberikan bimbingan dan arahan-arahan.
c. Ing
Ngarsa Sung Tulada, artinya seorang pemimpin selalu menjadi orang terdepan dan
terpandang, sehingga bisa dijadikan panutan dan teladan bagi bawahannya.
d. Sakti
Tanpa Aji, artinya seorang pemimpin tidak selalu menggunakan kekuatan dan
kekuasaan saja, tetapi menggunakan pendekatan pikiran sehingga dapat
menyadarkan dan selalu disegani bawahannya.
e. Maju
Tanpa Bala, artinya seorang pemimpin harus bersikap ksatria senantiasa berada
di depan, berani mengorbankan jiwa dan raga.
5.
Catur
Naya Sandhi
Catur
Naya Sandhi adalah empat sifat dan tindakan bijaksana yang harus dilakukan
pemimpin untuk mencapai kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan yang terdiri
dari :
a. Sama,
artinya pemimpin harus bersikap sama
kepada setiap bawahannya.
b. Beda,
artinya memberikan perhatian yang lebih kepada bawahan yang rajin dan tekun.
c. Dhana,
artinya pemimpin harus selalu rela menolong orang-orang yang memerlukan
bantuan.
d. Dhanda,
artinya pemimpin harus berani memberikan sanksi bagi yang bersalah.
6.
4
H
Ajaran
Sadhu Kerti adalah ajaran teladan
dari Maharsi Abyasa yang berisi pengendalian tugas-tugas kepemimpinan yang
sering disebut 4 H, yaitu :
a. Hening,
artinya selalu mengutamakan kesucian, bekerja atas dasar kepercayaan dan
pengabdian kepada Sang Hyang Widhi.
b. Heneng,
artinya berusaha mendapatkan ketenangan lahir batin, senantiasa bersabar dalam
menghadapi setiap persoalan.
c. Heling,
artinya selalu ingat kepada bawahan, orang tua, serta tugas dan kewajiban
sebagai pemimpin.
d. Hawas,
artinya selalu waspada terhadap datangnya segala kemungkinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar